YANG TERSISA
Clara tampak asyik berkutat dengan i-phone hitam baru miliknya,sibuk membalas testi dari berbagai milis yang sering dikunjunginya. Cewek sipit itu tak terusik dengan riuh rendah teman-teman mereka yang sedang menunggu hasil pengumuman UAN. Sepertinya,ia yakin bakal lulus UAN.
Tiba-tiba saja sepasang tangan menutup mata Clara dari belakang. Mendapat serangan mendadak tersebut,Clara segera memekik manja. Ya,ia sudah hafal tekstur tangan itu,pasti Randi. “Hentikaan,lagi seru nih!” Clara merengek manja. “Oke! Tapii...ada syaratnya!” goda Randi,merasa ditanggapi. “Apaan?? Cepetan deh Ran,keburu offline semua!!” Clara mulai merajuk. “Ehmm...oke,aku traktir nasi goreng kesukaanmu deh!” tambah Clara membujuk. “Yaah,kamu kebiasaan nyuap deh! Ntar jadi pejabat suka nyuap lho. Nyuapin nasi,haha. . .!” gelak Randi,tangannya pun ia singkirkan dari wajah ayu Clara.
“Clar...” panggil Randi lirih. “Iya,kenapa Ran?” jawab Clara tanpa mengalihkan pandangan dari Blackberry-nya. “Clara-ku,perhatiin aku dulu dong,please...” kata Randi lembut. Clara pun segera menghentikan gerakan jarinya yang lincah menekan keypad,ia tahu Randi ingin membicarakan sesuatu. Clara pun memasukkan HP-nya ke saku,dan menatap Randi lekat-lekat. “Aku...aku diterima di sini,Clar. PMDK yang kuajukan itu.” Matanya sayu,menekuri lantai di bawahnya.
“Jadi,kamu nggak bisa nemenin aku di Bandung? Kita berpisah? Tapi,kamu nggak bermaksud untuk...”
“Nggak Clar! Aku tetep sayang kamu,walau kita berjauhan.”
“Apa kita bisa?”
“Kau ragu,Clara.”
“Aku cuma nggak ingin memendam harapan. Aku takut sakit!” bulir air mata mulai membasahi pipi halusnya. “Sudahlah,kita coba dulu,ya?” sahut Randi menenangkan,mengusap air mata Clara. Clara hanya mengangguk pelan.
***
Bandung
“Halo,Clara!” Evan melemparkan senyum andalannya. Clara yang tengah mengetik di notebook-nya menoleh,mencari sumber suara kemudian balas tersenyum. ”Lagi sibuk nih? Sorry kalo gue ganggu.” Lagi-lagi Evan mencari perhatian Clara. “Nggak kok,santai aja kali” sambut Clara ramah. Merasa mendapat umpan balik,Evan segera melanjutkan percakapan. “Boleh gue duduk?” kata Evan sambil melirik tas Clara yang diletakkan di satu-satunya kursi yang tersisa. “Silakan. Oh,maaf...maaf!” segera Clara menyingkirkan tasnya.
“Boleh kenalan kan?” tanya Evan basa-basi. “Lho,kan sudah kenal. Buktinya kamu tahu namaku.” Clara tetap memelototi layar notebook-nya. “Yah,maksud gue,kenal lebih deket gitu.” Evan agak dongkol dengan kepolosan Clara. “Oh. . .” sahut Clara pendek. “Lho,kok cuma oh? Takut dimarahi pacar kamu ya?” Evan terus memancing.
Tanpa sadar,Clara termakan pancingan Evan. Clara menoleh dan mengernyit,kemudian mengangkat bahu. “Jadi,loe udah punya pacar belum?” Evan semakin agresif. “Yaa...ada sih,” jawab Clara tanpa memandang Evan. “Lho,kok loe kaya gimana gitu?” Evan makin penasaran. “Dia..nggak kuliah di sini. Dia di Yogya.” Clara menunduk sedih,teringat Randi dan segala kenangan mereka.
***
Yogyakarta
Randi termenung menatap suasana di balik jendela. Hujan,sedang apa kamu Clar? Randi seperti kehilangan semangatnya. Bagai lilin tanpa nyala api,putih...dingin. Ah,andai saja aku punya HP. Tak akan begini jadinya. Aku rindu kamu,Clara. Mahasiswa andalan universitas itu pun ternyata bisa tak berdaya karena cinta.
“Lho,kenapa Ran? Sakit?” sapa Mbak Asih tiba-tiba. “Eh,ini Mbak...lagi nikmatin hujan.” Randi tersentak dari lamunannya. “Nikmatin hujan kok ngelamun gitu!Piye tho?” Mbak Asih heran. “Jujur saja,kamu sedang ada masalah kan?” kata Mbak Asih perhatian. “Hmmm,iya Mbak.” Randi tampak malas bercerita. “Ya udah,kenapa nggak cerita aja apa masalahnya?” Randi hanya garuk-garuk kepala. “Begini,Mbak. Sudah sebulan aku nggak hubungi Clara. Aku pingin tahu kabarnya. Tapi,sampai sekarang aku belum mampu beli HP.” Mbak Asih tampak mengerti. “Oh,cuman gitu tho ternyata. Kenapa ndak bilang?” Randi menatap Mbak Asih,ingin tahu. “Kebetulan,aku mau beli HP baru. Gimana kalau HP-ku yang lama kujual padamu?”
“Tapi,Mbak...berapa harganya?” Randi sedikit khawatir ia takkan mampu membayar. “Tenang aja,untuk kamu kujual Rp 650.000,00. Bagaimana? Bisa dicicil kok,nggak usah khawatir!” Mbak Asih seperti bisa membaca pikiran Randi. “Bener nih Mbak? Tapi dua bulan ya?” mata sayu Randi kembali berbinar. “Lha ya bener lah! Tapi aku tahan dulu sampai lunas ya? Aku belum bisa beli lagi sebelum kamu lunasi.” Senyum Mbak Asih. “Iya Mbak! Aku lunasi secepatnya!” Randi tersenyum gembira.
***
Bandung
“Hei,gimana kabar pacar loe itu,Ra?” tanya Evan sambil menyedot jus jambu. “Sudah dua bulan lebih,dia nggak calling aku. Yah,mungkin masih sibuk ngerjain tugas.” Clara mengangkat bahu,seolah tak peduli. Akhir-akhir ini sikap Clara memang begitu. Jika ditanya mengenai kabar Randi,selalu saja ia berubah tak peduli. Sikap yang bertolak belakang dengan hatinya. Hampir tiap malam,Clara selalu menangis. Tak bisa menahan rindu.
“Mungkin dia udah dapat pengganti loe.” Kata Evan santai. Mendengar perkataan Evan,mata Clara membeliak kaget. “Nggak kali,Van. Aku tahu dia sibuk ngerjain tugas,dia pasti mahasiswa teladan di sana.” sahut Clara menenangkan hatinya. “Yee,loe lugu banget deh! Sayang banget,cewek secantik loe...” Kembali Clara tersentak. “Maksud kamu apa sih,Van?” Clara mulai melihat gelagat aneh.
“Yaah...masa sih,cewek cantik kaya loe nungguin yang nggak pasti. Percuma,palingan dia di sana juga lagi nongkrong bareng cewek!” Evan terlihat cuek. Mendengar perkataan Evan,mata Clara menyipit. “Nggak!!” Clara berlari meninggalkan Evan di Cafe,tempat mereka bersantai.
***
Yogyakarta
Yogya,i’m coming!! Clara menghirup udara Yogya yang penuh polusi dengan semangat,ia pulang. Setelah kejadian di Cafe itu,Clara memutuskan untuk pulang. Lagipula,ia juga sudah lama tak menengok rumah. Clara berjalan gontai,menengok kanan-kiri. Siapa tahu,sopir utusan papanya sudah menunggu.
Keesokan paginya,Clara memutuskan untuk berjalan-jalan. Sebelum menemui Randi,Clara ingin menikmati kepulangannya. Rumah sepi,seperti biasa mama dan papanya sibuk mengurus perusahaan mereka. Adiknya,tentu saja sedang berkutat dengan bola basket. Sarapan pun cuma ala kadarnya,Clara tak berselera. Ia memutuskan untuk mencari sarapan di Bundaran UGM. Pagi-pagi seperti ini,di sana ramai dengan berbagai masakan khas kota kelahirannya. Clara segera memacu sedan putihnya.
***
Sepagi itu,Randi dan Mbak Asih sudah menikmati bubur ayam di Bundaran UGM. Tempat itu memang terkenal sebagai ajang wisata kuliner bagi masyarakat setempat. Menunya pun bermacam-macam,tak hanya masakan khas Jawa. Randi sengaja mentraktir Mbak Asih bubur ayam. Ia sedang senang,kini HP Mbak Asih sudah di tangannya,sebentar lagi ia akan tahu kabar Clara. Ya,Randi berhasil melunasi cicilannya. Karena itu,ia mentraktir Mbak Asih sebagai ucapan terima kasih.
Sedan putih Clara sudah terparkir di antara banyak kendaraan masyarakat Yogya yang sedang menikmati kuliner di Bundaran UGM. Clara bergegas keluar dari mobil,berkeliling melihat-lihat makanan yang menggugah selera. Namun,ketertarikannya pada berbagai macam makanan hilang dengan cepat. Matanya memandang seseorang berkaus biru,sedang menikmati bubur ayam. Seorang cewek duduk di dekatnya. Randi-kah itu? Dengan rasa penasaran Clara menghampiri tempat itu. Setelah sampai,Clara masih terpekur,menatap tanpa kedip sosok yang kini membelakanginya.
Clara tak perlu menunggu lama,sosok itu membalikkan badannya. Sekarang,mereka saling berhadapan. “Clara!Clara,kapan kamu pulang?” ternyata Randi,menyongsongnya dengan senyum sumringah. Clara pun membalas senyumnya,”Randi! Aku ke sini sengaja ngasih surprise buat kamu! Aku...” perhatian Clara beralih pada cewek di belakang Randi,yang bersamanya sejak tadi. Entah apa yang merasukinya,tiba-tiba Clara teringat perkataan Evan. palingan dia di sana juga lagi nongkrong bareng cewek...masa sih cewek kaya loe nungguin yang nggak pasti? Sayang banget...sayang banget...perkataan Evan terngiang-ngiang di telinganya. Raut muka Clara berubah seketika. “Ran...Ran...dia siapa? Kamu...kamu nggak...” Clara terisak. Randi bingung menghadapi perubahan Clara,”Nggak apa,Clar? Dia Mbak Asih,aku belum cerita ke kamu ya?” Clara menggeleng,isaknya semakin keras. “Ran,kenapa? Kamu nggak pernah kasih kabar,sekarang...apa?” Randi juga menggeleng. “Clar,dengerin aku dulu. Kamu pasti salah paham. Dia nggak seperti yang kamu pikir. Dia...”
“Dia...dia apa,Ran! Aku sengaja pulang untukmu,tapi kamu...ah,sudahlah!” Clara memotong perkataan Randi,ia bergegas menuju sedannya. “Clara...Clara!!” Randi mengejar,tapi Clara terlalu cepat. Clara segera tancap gas,jendela pengemudi terbuka. Sambil mengemudi,Clara membuang seluruh kenangan mereka. Clara mengemudi dengan kecepatan tinggi,ia tak dapat melihat dengan jelas. Matanya kabur oleh air mata. Sepuluh detik kemudian,Duaarrr!!!
Sedangkan di tempat yang ditinggalkan Clara,Randi berdiri terpaku. Wajahnya pucat. Randi memungut sesuatu yang terjatuh di kakinya,sesuatu yang terhembus angin bersama dengan hilangnya mobil Clara. Sesuatu itu,foto mereka berdua. Randi memandangi foto itu,lama. Dia kakak sepupuku,Clar. Mbak Asih kakak sepupuku...
Tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi pada Clara,Randi mengantongi foto mereka. Tanpa mengetahui,bahwa hanya itu yang tersisa dari kenangan manis mereka.
My room, 23.28 p.m. before midnight
09062008
Clara tampak asyik berkutat dengan i-phone hitam baru miliknya,sibuk membalas testi dari berbagai milis yang sering dikunjunginya. Cewek sipit itu tak terusik dengan riuh rendah teman-teman mereka yang sedang menunggu hasil pengumuman UAN. Sepertinya,ia yakin bakal lulus UAN.
Tiba-tiba saja sepasang tangan menutup mata Clara dari belakang. Mendapat serangan mendadak tersebut,Clara segera memekik manja. Ya,ia sudah hafal tekstur tangan itu,pasti Randi. “Hentikaan,lagi seru nih!” Clara merengek manja. “Oke! Tapii...ada syaratnya!” goda Randi,merasa ditanggapi. “Apaan?? Cepetan deh Ran,keburu offline semua!!” Clara mulai merajuk. “Ehmm...oke,aku traktir nasi goreng kesukaanmu deh!” tambah Clara membujuk. “Yaah,kamu kebiasaan nyuap deh! Ntar jadi pejabat suka nyuap lho. Nyuapin nasi,haha. . .!” gelak Randi,tangannya pun ia singkirkan dari wajah ayu Clara.
“Clar...” panggil Randi lirih. “Iya,kenapa Ran?” jawab Clara tanpa mengalihkan pandangan dari Blackberry-nya. “Clara-ku,perhatiin aku dulu dong,please...” kata Randi lembut. Clara pun segera menghentikan gerakan jarinya yang lincah menekan keypad,ia tahu Randi ingin membicarakan sesuatu. Clara pun memasukkan HP-nya ke saku,dan menatap Randi lekat-lekat. “Aku...aku diterima di sini,Clar. PMDK yang kuajukan itu.” Matanya sayu,menekuri lantai di bawahnya.
“Jadi,kamu nggak bisa nemenin aku di Bandung? Kita berpisah? Tapi,kamu nggak bermaksud untuk...”
“Nggak Clar! Aku tetep sayang kamu,walau kita berjauhan.”
“Apa kita bisa?”
“Kau ragu,Clara.”
“Aku cuma nggak ingin memendam harapan. Aku takut sakit!” bulir air mata mulai membasahi pipi halusnya. “Sudahlah,kita coba dulu,ya?” sahut Randi menenangkan,mengusap air mata Clara. Clara hanya mengangguk pelan.
***
Bandung
“Halo,Clara!” Evan melemparkan senyum andalannya. Clara yang tengah mengetik di notebook-nya menoleh,mencari sumber suara kemudian balas tersenyum. ”Lagi sibuk nih? Sorry kalo gue ganggu.” Lagi-lagi Evan mencari perhatian Clara. “Nggak kok,santai aja kali” sambut Clara ramah. Merasa mendapat umpan balik,Evan segera melanjutkan percakapan. “Boleh gue duduk?” kata Evan sambil melirik tas Clara yang diletakkan di satu-satunya kursi yang tersisa. “Silakan. Oh,maaf...maaf!” segera Clara menyingkirkan tasnya.
“Boleh kenalan kan?” tanya Evan basa-basi. “Lho,kan sudah kenal. Buktinya kamu tahu namaku.” Clara tetap memelototi layar notebook-nya. “Yah,maksud gue,kenal lebih deket gitu.” Evan agak dongkol dengan kepolosan Clara. “Oh. . .” sahut Clara pendek. “Lho,kok cuma oh? Takut dimarahi pacar kamu ya?” Evan terus memancing.
Tanpa sadar,Clara termakan pancingan Evan. Clara menoleh dan mengernyit,kemudian mengangkat bahu. “Jadi,loe udah punya pacar belum?” Evan semakin agresif. “Yaa...ada sih,” jawab Clara tanpa memandang Evan. “Lho,kok loe kaya gimana gitu?” Evan makin penasaran. “Dia..nggak kuliah di sini. Dia di Yogya.” Clara menunduk sedih,teringat Randi dan segala kenangan mereka.
***
Yogyakarta
Randi termenung menatap suasana di balik jendela. Hujan,sedang apa kamu Clar? Randi seperti kehilangan semangatnya. Bagai lilin tanpa nyala api,putih...dingin. Ah,andai saja aku punya HP. Tak akan begini jadinya. Aku rindu kamu,Clara. Mahasiswa andalan universitas itu pun ternyata bisa tak berdaya karena cinta.
“Lho,kenapa Ran? Sakit?” sapa Mbak Asih tiba-tiba. “Eh,ini Mbak...lagi nikmatin hujan.” Randi tersentak dari lamunannya. “Nikmatin hujan kok ngelamun gitu!Piye tho?” Mbak Asih heran. “Jujur saja,kamu sedang ada masalah kan?” kata Mbak Asih perhatian. “Hmmm,iya Mbak.” Randi tampak malas bercerita. “Ya udah,kenapa nggak cerita aja apa masalahnya?” Randi hanya garuk-garuk kepala. “Begini,Mbak. Sudah sebulan aku nggak hubungi Clara. Aku pingin tahu kabarnya. Tapi,sampai sekarang aku belum mampu beli HP.” Mbak Asih tampak mengerti. “Oh,cuman gitu tho ternyata. Kenapa ndak bilang?” Randi menatap Mbak Asih,ingin tahu. “Kebetulan,aku mau beli HP baru. Gimana kalau HP-ku yang lama kujual padamu?”
“Tapi,Mbak...berapa harganya?” Randi sedikit khawatir ia takkan mampu membayar. “Tenang aja,untuk kamu kujual Rp 650.000,00. Bagaimana? Bisa dicicil kok,nggak usah khawatir!” Mbak Asih seperti bisa membaca pikiran Randi. “Bener nih Mbak? Tapi dua bulan ya?” mata sayu Randi kembali berbinar. “Lha ya bener lah! Tapi aku tahan dulu sampai lunas ya? Aku belum bisa beli lagi sebelum kamu lunasi.” Senyum Mbak Asih. “Iya Mbak! Aku lunasi secepatnya!” Randi tersenyum gembira.
***
Bandung
“Hei,gimana kabar pacar loe itu,Ra?” tanya Evan sambil menyedot jus jambu. “Sudah dua bulan lebih,dia nggak calling aku. Yah,mungkin masih sibuk ngerjain tugas.” Clara mengangkat bahu,seolah tak peduli. Akhir-akhir ini sikap Clara memang begitu. Jika ditanya mengenai kabar Randi,selalu saja ia berubah tak peduli. Sikap yang bertolak belakang dengan hatinya. Hampir tiap malam,Clara selalu menangis. Tak bisa menahan rindu.
“Mungkin dia udah dapat pengganti loe.” Kata Evan santai. Mendengar perkataan Evan,mata Clara membeliak kaget. “Nggak kali,Van. Aku tahu dia sibuk ngerjain tugas,dia pasti mahasiswa teladan di sana.” sahut Clara menenangkan hatinya. “Yee,loe lugu banget deh! Sayang banget,cewek secantik loe...” Kembali Clara tersentak. “Maksud kamu apa sih,Van?” Clara mulai melihat gelagat aneh.
“Yaah...masa sih,cewek cantik kaya loe nungguin yang nggak pasti. Percuma,palingan dia di sana juga lagi nongkrong bareng cewek!” Evan terlihat cuek. Mendengar perkataan Evan,mata Clara menyipit. “Nggak!!” Clara berlari meninggalkan Evan di Cafe,tempat mereka bersantai.
***
Yogyakarta
Yogya,i’m coming!! Clara menghirup udara Yogya yang penuh polusi dengan semangat,ia pulang. Setelah kejadian di Cafe itu,Clara memutuskan untuk pulang. Lagipula,ia juga sudah lama tak menengok rumah. Clara berjalan gontai,menengok kanan-kiri. Siapa tahu,sopir utusan papanya sudah menunggu.
Keesokan paginya,Clara memutuskan untuk berjalan-jalan. Sebelum menemui Randi,Clara ingin menikmati kepulangannya. Rumah sepi,seperti biasa mama dan papanya sibuk mengurus perusahaan mereka. Adiknya,tentu saja sedang berkutat dengan bola basket. Sarapan pun cuma ala kadarnya,Clara tak berselera. Ia memutuskan untuk mencari sarapan di Bundaran UGM. Pagi-pagi seperti ini,di sana ramai dengan berbagai masakan khas kota kelahirannya. Clara segera memacu sedan putihnya.
***
Sepagi itu,Randi dan Mbak Asih sudah menikmati bubur ayam di Bundaran UGM. Tempat itu memang terkenal sebagai ajang wisata kuliner bagi masyarakat setempat. Menunya pun bermacam-macam,tak hanya masakan khas Jawa. Randi sengaja mentraktir Mbak Asih bubur ayam. Ia sedang senang,kini HP Mbak Asih sudah di tangannya,sebentar lagi ia akan tahu kabar Clara. Ya,Randi berhasil melunasi cicilannya. Karena itu,ia mentraktir Mbak Asih sebagai ucapan terima kasih.
Sedan putih Clara sudah terparkir di antara banyak kendaraan masyarakat Yogya yang sedang menikmati kuliner di Bundaran UGM. Clara bergegas keluar dari mobil,berkeliling melihat-lihat makanan yang menggugah selera. Namun,ketertarikannya pada berbagai macam makanan hilang dengan cepat. Matanya memandang seseorang berkaus biru,sedang menikmati bubur ayam. Seorang cewek duduk di dekatnya. Randi-kah itu? Dengan rasa penasaran Clara menghampiri tempat itu. Setelah sampai,Clara masih terpekur,menatap tanpa kedip sosok yang kini membelakanginya.
Clara tak perlu menunggu lama,sosok itu membalikkan badannya. Sekarang,mereka saling berhadapan. “Clara!Clara,kapan kamu pulang?” ternyata Randi,menyongsongnya dengan senyum sumringah. Clara pun membalas senyumnya,”Randi! Aku ke sini sengaja ngasih surprise buat kamu! Aku...” perhatian Clara beralih pada cewek di belakang Randi,yang bersamanya sejak tadi. Entah apa yang merasukinya,tiba-tiba Clara teringat perkataan Evan. palingan dia di sana juga lagi nongkrong bareng cewek...masa sih cewek kaya loe nungguin yang nggak pasti? Sayang banget...sayang banget...perkataan Evan terngiang-ngiang di telinganya. Raut muka Clara berubah seketika. “Ran...Ran...dia siapa? Kamu...kamu nggak...” Clara terisak. Randi bingung menghadapi perubahan Clara,”Nggak apa,Clar? Dia Mbak Asih,aku belum cerita ke kamu ya?” Clara menggeleng,isaknya semakin keras. “Ran,kenapa? Kamu nggak pernah kasih kabar,sekarang...apa?” Randi juga menggeleng. “Clar,dengerin aku dulu. Kamu pasti salah paham. Dia nggak seperti yang kamu pikir. Dia...”
“Dia...dia apa,Ran! Aku sengaja pulang untukmu,tapi kamu...ah,sudahlah!” Clara memotong perkataan Randi,ia bergegas menuju sedannya. “Clara...Clara!!” Randi mengejar,tapi Clara terlalu cepat. Clara segera tancap gas,jendela pengemudi terbuka. Sambil mengemudi,Clara membuang seluruh kenangan mereka. Clara mengemudi dengan kecepatan tinggi,ia tak dapat melihat dengan jelas. Matanya kabur oleh air mata. Sepuluh detik kemudian,Duaarrr!!!
Sedangkan di tempat yang ditinggalkan Clara,Randi berdiri terpaku. Wajahnya pucat. Randi memungut sesuatu yang terjatuh di kakinya,sesuatu yang terhembus angin bersama dengan hilangnya mobil Clara. Sesuatu itu,foto mereka berdua. Randi memandangi foto itu,lama. Dia kakak sepupuku,Clar. Mbak Asih kakak sepupuku...
Tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi pada Clara,Randi mengantongi foto mereka. Tanpa mengetahui,bahwa hanya itu yang tersisa dari kenangan manis mereka.
My room, 23.28 p.m. before midnight
09062008